Rabu, 24 Januari 2018

Gempa

Kemarin, saat aku di rumah temanku yang persis berada di samping TK dan SD yang dulu aku menempuh pendidikan di sana. Aku pun duduk di kasur kamarnya. Tak lama kemudian terasa bahwa kasur yang kududuki bergoyang sebentar. "Ah, mungkin karena aku duduki maka goyang sedikit." Saat aku melihat sekitar, ternyata ikut bergoyang. Aku langsung sedikit berteriak memanggil tuan rumah, temanku langsung datang menanyakan ada apa.

"Ente ga ngerasa gempa?", tanyaku.

"Enggak", jawabnya.

"Syukurlah ente ga ngerasain."

Mungkin aku hanya halusinasi saja. Langsung kutanyakan di grup orang-orang yang berdomisili di jabodetabek dan segera mereka menjawab bahwa mereka merasakannya. Sayup-sayup mulai terdengar dari arah sekolahku yang dahulu suara-suara anak berteriak dan sirine evakuasi dari gedung. "Benar, ternyata barusan gempa." Beberapa menit kemudian muncul breaking news di mana-mana bahwa barusan terjadi gempa dan terasa di Jakarta. Alhamdulillah tidak ada kerusakan berarti yang terjadi sekitar lingkunganku saat itu. Namun saat melihat berita, terkabar bahwa terjadi kepanikan di kompleks perkantoran di Jakarta.


Gempa berlalu, tapi tidak dengan manusia yang mengambil pelajaran dari gempa itu. Banyak reminder yang kubaca setelah gempa ini terjadi. Ada yang berandai seandainya azan bisa menggerakkan orang seperti gempa. Ada yang mencocokkan jam kejadian gempa dengan ayat Alquran (13:34). "Mereka mendapat siksaan dalam kehidupan dunia, dan azab akhirat pasti lebih keras. Tidak ada seorang pun yang melindungi mereka dari (azab) Allah." 

Orang biasanya baru tersadar setelah ada keadaan yang mendesaknya. Lebih banyak orang makin dekat dengan Tuhannya saat mendapat musibah daripada saat mendapat anugerah. Tanyakan pada diri kita masing-masing, apakah agar kita makin sadar dan dekat kepada Allah harus datang musibah terlebih dahulu?

Tanah Abang, 24 Januari 2018
Bukhori Ahmad Muslim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

/