Sabtu, 06 Januari 2018

20 Years Anniversary

"Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (Perkataan Nabi Isa yang diabadikan di surat Maryam ayat 33)

Hari ini, genap diriku berkepala dua, 20 tahun masehi, bersama Tinet dan Tasya wkwk. Aku bukan tipe orang yang suka merayakan ulang tahun. Ada yang bilang itu tasyabbuh bil kuffar ada juga yang bilang ini muamalah yang hukum asalnya adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya. Bukan itu bahasanku sekarang. Aku adalah tipe orang yang suka mengingat momen, bukan momentum yang sama dengan massa dikali kecepatan. Izinkan aku flashback 20 tahun yang lalu tepatnya 6 Januari 1998 M alias 7 Ramadan 1418 Hijriyah.

Bulan Ramadan yang dimulai pada akhir tahun 1997. Aku tidak tahu bagaimana perayaan tahun baru 1998 saat itu. Apakah lebih ramai jamaah shalat tarawih kedua (yang biasanya masih ramai namun berkurang seiring bertambahnya tanggal Ramadan) atau jamaah bergadang hingga dini hari menghitung mundur detik pergantian tahun. Aku tidak tahu, aku belum lahir dan belum juga kutanyakan orangtuaku; belum tentu beliau berdua ingat.

Mari lanjut kita maju 17 tahun kemudian, 17 tahun hijrah diriku, hijriyah maksudku bukan masehi. 7 Ramadan 1435 H. Aku tak ingat persis apa yang terjadi pada tanggal itu selain posisi diriku saat itu sedang tidak di tanah air. Namun, yang kujelas ingat adalah di awal Ramadan tahun itu Allah pertemukanku dengan sosok yang luar biasa. Anggaplah sebagai hadiah sweet seventeen untuk diriku. Perkenalkan nama beliau adalah Musa.

Musa, barangkali kalian masih ingat. Beliau pernah menghiasi layar TV Indonesia di acara Hafiz Indonesia RCTI pada pertengahan tahun 2014 (Ramadan 1435 H). Saat itu beliau viral dengan judul "Bocah 5,5 tahun hafal 29 juz". Nah saat kami bertemu di Jeddah, hafalan beliau sudah genap 30 juz.

Sungguh sebuah keajaiban di zaman ini. Aku bergetar melihat karunia Allah di depan mata kepalaku sendiri. Iya benar aku tak salah, anak yang umurnya belum genap 6 tahun ini hafal Alquran 30 juz (beliau kelahiran Juli 2008). Aku ajukan beberapa ayat agar beliau lanjutkan lalu aku tanya surat apa itu dan beliau mampu menjawabnya dengan 'logat' khas anak kecil Indonesia yang agak cadel. Hal pertama yang terpikir di benakku adalah bagaimana hal ini bisa terjadi. Bagaimana caranya seorang anak yang bahasa ibunya bukan bahasa Arab dapat selesai menghafal Alquran 30 juz yang tentunya berbahasa Arab dan tebalnya 604 halaman sebelum umurnya mencapai 6 tahun. Aku tak mungkin menganamnesis beliau langsung, akhirnya kuputuskan untuk melakukan alloanamnesis. Aku tanyakan Abinya Musa yang saat itu menemani Musa di perjalanan internasional perdana beliau.

Ternyata dari hasil 'alloanamnesis', Musa bisa hafal Alquran bukan tiba-tiba hafal sendiri atau ada yang merasukinya sehingga hafal. Namun, ternyata memang Musa telah menempuh sebuah usaha yang memang wajar dengan izin Allah beliau dapat meraih kemuliaan itu. Maafkan diriku yang tak mengingat setiap detail yang diceritakan Abi Musa bagaimana Abi Musa mendidik Musa hingga dapat menghafal keseluruhan isi Alquran sebelum genap berumur enam tahun.

Namun dari remah-remah ingatanku ini, orang tua Musa sendirilah yang mendidik dan mengajarkan anak-anaknya Alquran. Sejak awal pernikahan mereka berdua sudah berkomitmen untuk mewujudkan hal ini. Sudah sejak dini Musa mulai untuk belajar Alquran. Abi Musa yang bernama asli Laode Abu Hanafi menyengajakan diri bekerja mencari nafkah di rumah agar dapat mendidik dan mengajarkan Alquran kepada anak-anaknya lebih intens. Proses Musa menghafal Alquran dimulai dengan belajar membaca Alquran dibarengi dengan menghafal dengan metode talqin (dibacakan lalu diminta untuk meniru yang sudah dibacakan hingga hafal). Setelah Musa sudah mampu membaca Alquran, maka proses menghafal Musa semakin cepat hingga sebelum genap 6 tahun beliau berhasil menyelesaikan 30 juz.

Semoga kita dapat melahirkan dan mencetak Musa-Musa selanjutnya di generasi selanjutnya, aamiin.


'Terombang-ambing' di laut seberang pulau Pahawang, 6 Januari 2018
Bukhori Ahmad Muslim
Foto bersama Syaikh Ali Jabir, Musa, dan Ust. Effendi usai Malam Apresiasi Internasional untuk Pelayanan Alquran di Jeddah, Arab Saudi (Ramadan 1435 H)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

/