Jumat, 27 Juni 2014

Last Night in Indonesia (EDITED)

Alhamdulillah, tak disangka besok insya Allah ane sudah berangkat ke Saudi. Teringat dahulu saat awal-awal masuk Isy Karima, Ummi pernah bilang, "Dek, jaga paspormu. Barangkali nanti kamu bisa lomba di arab." Saat itu Ummi seakan mengatakan itu tidak serius, tapi namanya juga kata-kata bisa jadi doa ditambah doa ibu sangatlah mustajab. Terjadilah yang terjadi, alhamdulillah besok berangkat ke Saudi karena ada lomba yang harus diikuti di Jeddah sebagai perwakilan dari Indonesia sekaligus Umroh hadiah dari menang lomba Al-Mahir bifahmil Qur'an tingkat nasional. Sampai sekarang ane juga bingung, kenapa malah ane yang menang di Indonesia? Padahal sangat banyak yang lebih pintar dari ane. قَدَّرَ اللهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ (Allah telah menakdirkan dan Dia berbuat sesuai kehendak-Nya).

Teringat juga kemarin ditambah setahun yang lalu, 26 Juni 2013, ane sedang di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta saat mau berangkat ke Hong Kong untuk sekedat transit melihat jadwal keberangkatan di terminal itu, saat itu ane liat ada penerbangan Saudi Airlines ke Saudi. Terbesit di dalam hati agar bisa ikut penerbangan itu dan ane ungkapkan itu ke Ummi karena ane saat itu mau ke Jeddah aja harus transit ke Hong Kong, lalu naik pesawat ke Jeddah yang itupun masih ngetem di Dubai.Jadi perjalanan Jakata-Madinah saat itu memakan sehari kurang beberapa jam. Adapun dengan pesawat yang ane lihat saat itu, siang di Jakarta malam sudah di Jeddah. Kesimpulannya adalah jangan remehkan kata-kata orang tua walau mungkin mereka seakan tidak serius mengatakannya.

 Lomba yang ane ikuti dulu sudah pernah dimenangkan oleh kakak kelas ane 2 tahun yang lalu di tingkat Indonesia saat ane di PTDQM. Lomba ini sudah diadakan 3 kali: yang pertama kali dimenangkan oleh kakak kelas ane, yang kedua kali diadakan di Isy Karima, dan yang ketiga kali ini yang ane ikuti.

Sudah malam dan bingung mau lanjut apa, intinya jangan remehkan kata-kata orang tua terutama ibu dan minta selalu doa mereka.

Jumat, 09 Mei 2014

Logika Langit

Mungkin ini tulisan pertama ane yang ane buat setelah ane menjadi santri MATIQ (Madrasah Aliyah Tahfizhul Qur'an) Isy Karima. Hampir setahun blog ini tidak diupdate. Maklum lagi futur -bahasanya kerennya dari malas- blogging. Setelah ane nostalgia post-post lama, ane merasa perlunya mengupdate RENCANA KE DEPAN. Pengalaman dan penelitian membuktikan bahwa cita-cita, target, impian, mimpi, dan apa itu namanya kalau ditulis biasanya peluang tercapainya tinggi. Alhamdulillah, sudah beberapa impian ane terwujud setelah ane tulis di blog ini. Semoga bukan istidraj (semakin maksiat, di dunia semakin Allah angkat), aamiin.

Jujur aja, kali ini ane juga mau nulis apa. Tapi ane jadi ingat saran Ustadz ane dalam dunia tulis-menulis, "Tulis apa yang kamu pikirkan tapi jangan pikirkan apa yang kamu tulis." Jelas saran ini ada kekurangannya, karena pasti susunannya agak abstrak. Tapi untuk di blog ini tak mengapalah, hitung-hitung untuk menuh-menuhin.

Sejak ane resmi menjadi santri Isy Karima, kami mulai dikenalkan dengan istilah 'LOGIKA LANGIT'. Apa itu logika langit? Intinya tidak berbeda dengan post-post ane yang sebelumnya, jangan takut bermimpi walau kita sendiri belum tahu bagaimana cara mencapainya. Namun, di sini kami diceritakan pengalaman-pengalaman nyata orang yang tidak takut untuk bermimpi. Hidup memang berawal dari mimpi (bukan berarti kita harus banyak tidur agar banyak mimpi). Terbukti, banyak mereka yang sukses. Tentu yang dimaksud "sukses" di sini adalah sukses duniawi, karena sukses hakiki adalah masuk surga. Hal itulah yang membuat ane semakin 'liar' berfantasi (kok bahasanya jadi aneh gini?).

Kami juga diperkenalkan bahwa Al-Qur'an adalah salah satu kunci dari logika langit. Jika Al-Qur'an sudah di dada (alhamdulillah kalau bisa sampai di hati), mau apa saja tinggal minta langsung kepada Allah. Tentu saja harus ikhlas dan sabar. Allah kadang tidak mengabulkan doa seorang hamba 100% yang hamba-Nya minta, tapi memberinya sesuatu yang lebih baik walau hamba-Nya belum tentu langsung menyadarinya. Contohnya saja bisa dilihat di kisah ane menghafal Al-Qur'an yang ada di blog ini (part 1 | part 2 | part 3). Saat itu ane mau segera masuk tahfidz di PTDQM tapi Allah berkehendak lain, Allah menundanya sesaat sampai ane bisa memantaskan diri. Awalnya ane galau juga (saat itu kata 'galau' belum populer) tapi ane baru sadar akan hikmahnya setelah beberapa bulan ane masuk tahfidz.

Nah, karena penjelasan itu, kalau mau minta sesuatu kepada Allah sebaiknya kita minta dipilihkan oleh Allah. "Dia lebih tahu tentang kalian saat Dia menciptakan kalian dari tanah dan saat kalian masih janin-janin di perut ibu-ibu kalian." (QS. An-Najm : 32) Contohnya, kalau mau minta istri/suami kepada Allah, sebaiknya biarkan Allah yang memilih siapa dia kelak dan cukup kita sebutkan kriterianya tidak perlu sampai doa, "Ya Allah nikahkan hamba dengan fulanah/fulan!" Memang sulit (ane pemuda biasa, tahu rasanya cinta), tapi apa salahnya untuk mencoba yang lebih baik?

Bicara eh menulis tentang logika langit, ane jadi mau ingin mengutarakan impian masa depan. Kali ini logika langit mode on. Ingin ane menjadi imam masjid di Jerman sambil kuliah jurusan teknik atau fisika terapan di sana. Mungkin kalau tidak saat S1 ya saat S2/S3. Sekarang ane tidak tahu bagaimana cara merealisasikan, tapi kembali ke logika langit. Seandainya belum ditakdirkan ke sana, ane 'cukup' buka rumah tahfidz/mengajar tahfidz sambil kuliah beasiswa di ITB/ITS. Terlalu aneh? Mungkin saja, tapi ingat 'logika 'langit'. Untuk apa belajar ilmu keinsinyuran? Ane mau nanti saat sudah lulus membuat perusahaan yang bergerak di bidang teknik (keinsinyuran) kemudian Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia diambil alih oleh rakyatnya sendiri bukan diambil oleh para penjajah yang berkedok perusahaan asing! Kemudian saat sudah bebas dari beban finansial dan punya banyak uang, ane akan dirikan Pesantren Tahfidz yang biaya operasionalnya ditanggung oleh perusahaan ane sendiri. Akhir kata, ane berharap pembaca mengamini ini semua setelah membaca ini, aamiin.
/