Jumat, 14 Agustus 2015

Perasaan Seorang Hafizh

Untuk orang-orang yang memandang agak berbeda kepada Hafizhul Qur'an, setidaknya kalian harus tahu apa yang dirasakan olehnya....
Tanpa ane sadari, sekarang ane sudah di tahun terakhir aliyah. Padahal rasanya baru kemarin masuk SMP. Kehidupan ane dalam waktu lima tahun ini sudah sangat jauh berubah. Allah telah merubah hidup ane dengan perantara Al-Qur'an. Sebelum masuk pesantren saat SMP dulu belum terbenak untuk berinteraksi dengan Al-Qur'an secara intensif dengan menghafal dan menjaganya di dada untuk seumur hidup. Tak terpikir juga dahulu saat memulai menghafal Al-Qur'an apa yang akan didapat setelah selesai mengkhatamkannya (namanya juga masih bocah, walau sudah SMP).
Banyak perubahan yang lebih baik yang ane rasakan saat bertekad menjaga Al-Qur'an sampai akhir hayat. Pandangan orang lain ke kita berubah, sering mendapat rezeki yang tak disangka-sangka, mendapat kesempatan umrah & menafakuri ciptaan Allah yang tidak hanya di negeri ini, belajar menjadi terasa lebih mudah, dan masih banyak lagi. 
Banyak reaksi yang ane dapatkan setelah selesai menghafalkan Al-Qur'an. Banyak yang tak menyangka ane bisa selesai menghafal Al-Qur'an (mungkin karena ane dulu bandel), sering dapat kasak-kasuk kalau ada yang ngefans sama ane, pujian dari orang-orang kenal ane sejak dulu, dan masih banyak lagi atau mungkin semua ini perasaan ane aja yang GR hehehehe.
Namun ini baru masalah duniawi. Semua yang ane dapat di dunia ini jika dibandingkan dengan penghafal Al-Qur'an yang lain tidaklah seberapa. Penghafal Al-Qur'an yang diberikan dunia sangatlah banyak dan banyak juga yang mereka dapatkan dari dunia. Yang perlu dicamkan secara mendalam untuk para penghafal Al-Qur'an adalah yang didapat di dunia ini tidak ada apa-apanya jika dibanding dengan akhirat. Kadang segelintir dunia yang ditawarkan bisa merusak niat. Padahal seandainya dunia ini sebanding dengan sayap nyamuk di sisi Allah maka Allah tidak akan memberi orang kafir satu teguk minum! (Hadis)
Semua karunia dunia yang diberi untuk penghafal Al-Quran adalah ujian juga. Sungguh amat ngeri saat kita mendengar hadis bahwa 3 golongan yang pertama kali diputuskan untuk masuk neraka adalah qari' (Al-Qur'an), mujahid, dan orang yang suka berinfaq. Mereka secara lahirnya sangatlah mulia, tapi mengapa mereka malah masuk neraka pertama? Ternyata ada masalah dalam niat. Mereka tidak ikhlas dalam beramal. Menghafal Al-Qur'an agar mendapat gelar Al-Hafizh, melancarkan hafalan dan membaguskan bacaan agar bisa menang lomba, mendermakan harta di jalan Allah agar dianggap dermawan, dan gagah-gagahan saat persiapan untuk jihad (i'dad) agar dipuji akhwat. Masya Allah.....
Inilah beban mental ane. Saat ane merasa diangkat tinggi-tinggi & dipuja-puji yang terasa adalah gidik ngeri saat teringat lagi hadis 3 golongan yang PERTAMA kali masuk NERAKA, saat teringat masih banyak dosa dan aib yang tidak mereka ketahui, dan saat sadar bahwa batin ane belum sama dengan lahir ane. Masih banyak dosa yang masih ane terbuat, terkadang semua pencapaian yang ane raih ini adalah istidraj. Bahasa yang mudah dipahami dari kata itu adalah semakin maksiat semakin diangkat hingga nanti di puncaknya akan dijatuhkan sejatuh-jatuhya.
Sungguh, amat ngeri rasanya menjadi orang yang sudah hafal Al-Qur'an. Antara terlanjur dan alhamdulillah. Bukankah ilmu menuntut pengamalan? Bayangkan saat membaca ayat yang artinya "maka laknat Allah atas para pembohong" dan yang membaca masih suka berbohong berarti dia melaknat diri sendiri.
Tapi tentu antara raja' dan khauf (harap & cemas) harus seimbang. Masih terselip harapan ane kepada Allah. Semoga Allah masih sudi menerima ane sebagai keluarga-Nya. Bukankah Alllah mempunyai keluarga dari kalangan manusia? Bukankah Ahlul Qur'an adalah Ahlulullah wakhaasshtuh (Keluarga Allah dan orang-orang khusus bagi-Nya). Semoga ini semua bukan istidraj dan masih lagi semoga-semoga yang terselip di doa-doa ane.
/