Mau cerita nih, menurut perhitungan astronomi, pernah terjadi gerhana matahari cincin pada 27 Januari 632 Masehi. Berawal dari jam 07.15 berakhir pada jam 09.53 GMT+3. Dapat terlihat di jazirah Arab yang sangat tandus. Mungkin kita pernah merasakan gerhana matahari di Indonesia, daerah yang sering sekali berawan. Saat terjadi gerhana matahari di daerah berawan maka langit menjadi gelap beberapa menit namun kadangkali memang matahari terhalang awan sehingga sensasi gelapnya tidak begitu 'wah'. Pernah suatu saat aku ke jazirah Arab. Pemandangan awan adalah hal yang langka. Sepanjang mata memandang hanyalah langit biru tanpa hiasan awan. Nah, sekarang bayangkan di daerah padang pasir di mana awan adalah sangat jarang terlihat. Bayangkan langit biru tanpa ada awan di sebuah pagi. Pemandangan di langit hanyalah matahari dan langit biru. Lalu tiba-tiba satu-satunya sumber cahaya dan pemandangan di hari itu alias matahari tertutup oleh bulan. Langit tiba-tiba menjadi gelap padahal hari sedang cerah tanpa awan. Bayangkan jika kamu hidup di zaman itu dengan wawasan astronomi yang mungkin belum seberkembang sekarang.
Nah itulah yang terjadi di zaman Nabi Muhammad di Madinah pada Senin, 29 Syawal 10 Hijriyah (menurut perhitungan astronomi). Saat itu Nabi sudah sangat mapan kekuasaannya di jazirah Arab. Makkah sudah ditaklukkan, para kabilah di jazirah Arab berbondong-bondong masuk Islam, bahkan Bizantium (Romawi Timur) yang menjadi negara adidaya di zaman itu tidak berani menyerang pasukan Nabi saat perang Tabuk. Bayangkan jika ada penguasa besar yang putranya meninggal, beritanya pasti menyebar dan menjadi perhatian para rakyat. Ini Nabi akhir zaman pula. Qadarullah, gerhana tersebut itu terjadi beberapa saat setelah kematian putra terakhir Nabi Muhammad yang bernama Ibrahim di usia kira-kira satu setengah tahun. Sontak beberapa masyarakat Arab mengaitkan gerhana ini dengan kematian putra Nabi. Mendengar hal itu, Nabi bersabda saat khutbah shalat kusuf.
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ، وَكَبِّرُوا، وَصَلُّوا، وَتَصَدَّقُوا
"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sekian dari tanda kekuasaan Allah; tidak terjadi gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang. Apabila kalian melihat gerhana, maka berdoalah kepada Allah, bertakbirah, shalatlah, dan bersedekahlah." (HR Bukhori no. 1044)
Ini adalah fenomena alam, tanda kekuasaan Tuhan. Di zaman modern ini, sangatlah terasa kuno jika kita mengaitkan fenomona alam dengan dinamika yang terjadi masyarakat. "Wah, tahun politik ini dimulai dengan gerhana yang berdarah-darah. Jangan-jangan...." STOP! Apalagi pesan hoax yang ada di foto ketiga.
Mari jadikan gerhana ini sarana menambah ilmu dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Jatiasih, 31 Januari 2017
Bukhori Ahmad Muslim
Foto 1 dari Mas Arifin |
Foto 2 yang bisa kufoto sendiri |
Foto 3 dapat dari Mbak Beladina Z. Dewi |