Senin, 17 Juni 2013

Kisahku dalam menghafal Al-Qur'an (Part 3)

Setelah lebih dari 11 bulan dan nyaris 1 tahun ane malas melanjutkan ini, sudah saatnya ane melanjutkan seri ini. Tak jarang ada orang yang bertanya (biasanya via Facebook), "Bagaimana bub cara menghafal Al-Qur'an?"; "Bub, tolong motivasiin dong biar semangat menghafal Al-Qur'an"; dll. Mungkin dengan menulis di sini, manfaat lebih terasa daripada harus one-by-one. Jujur ane masih merasa tulisan ini masih berantakan dan singkat tidak seperti tulisan yang diterbitkan oleh penerbit buku, tapi hitung-hitung ini untuk latihan.  Sebelum membaca part ini, ada baiknya membaca 2 part sebelum ini agar lebih mudah dimengerti.

Cerita sampai saat ane diawal 2011, kita agak OOT sedikit. Masih teringat pada tanggal 5-6 Januari (hari terakhirnya bertepatan dengan tanggal lahir ane) tahun itu adalah rihlah pertama dan ternyata terakhir bagi ane. Lokasi rihlah di Anyer, di sana ane mulai menyusun mimpi, "Tahun ini mau mencapai apa?" Jujur aja ane lupa saat itu mau apa, yang ane ingat sih yang sudah tercapai :D Tak lama setelah rihlah, kami mulai menjalani rutinitas ala pondok demi kehidupan yang lebih baik. Saat itu sudah 3 bulan ane di jenjang tahfidz, terpikir di benak ane, "Mungkin ini saatnya untuk melangkah lebih jauh, sudah banyak yang melangkah lebih jauh (hafalannya) padahal sama-sama makan makanan yang sama di dapur." Mulai saat itu, ane mulai mencoba untuk setor hafalan baru selembar/hari (tentu tidak langsung berhasil).

Setor selembar/hari saat kelas 1 tidaklah mudah, kemampuan menghafal pas-pasan tapi dipaksa untuk 2 kali lipat dari yang lain. Masih teringat perjuangan kelas 1 yang tak secapai kelas 2 apalagi kelas 3 (karena makin lama makin mudah). Setengah enam sore biasanya sudah di masjid untuk menghafal (oh ya, saat itu ane masih menggunakan sistem tabungan, bisa dibaca di part sebelum ini). Karena itu ane banyak ketinggalan topik obrolan dengan teman-teman, jarang olahraga, dll. Tapi beneran, nikmat itu benar-benar terasa setelah letih berjuang dan penyesalan benar-benar terasa setelah senang-senang menyia-nyiakan waktu. Ane memilih pertama dan kadang kedua pernah sih :D (namanya juga masih remaja, labil pula). Dengan cara ini, tak terasa dalam 2 minggu lebih sedikit selesai 1 juz karena ini cara menghitungnya: 2 Halaman x 10 hari + (Libur sehari pekanan di hari Jum'at + Murojaah sehari pekanan di hari kamis) x 2 minggu + Ujian di akhir juz (biasanya 1-2 hari) + faktor x (tanggal merah, ada syaikh datang, PSB, mukhoyyam, dll.) Rumus ini berlaku saat ane kelas 1 semester 2. Di semester selanjutnya akan beda lagi rumusnya.

DQ yang termasuk pesantren, mengambil sebagian Kurikulium Gontor di KBMnya. Bahasa arab di DQ juga lebih intensif dibanding sekolah/madrasah swasta atau negeri biasanya. Dari pembelajaran bahasa arab dan prakteknya yang intensif, diharapkan para santri tidak hanya menghafal Al-Qur'an namun juga memahaminya. Sekedar tips dari penulis, pelajari bahasa arab agar menghafal dan murojaah terasa lebih mudah. Sekedar contoh: saat ragu dalam membaca harakat terakhir dalam kata yang teringat di hafalan, kita bisa meyakinkan/membenarkan hafalan dengan ilmu nahwu (ilmu tata bahasa arab). Mungkin ada pembaca yang tidak mengerti maksud ane, ya coba pelajari aja, nanti juga ngerti :D

Karena di DQ ada pelajaran pesantren yang bahkan jumlahnya mengalahkan pelajaran diknas ditambah ada tahfidz intensif, alhasil tiap semester ujian dilaksanakan 1 bulan. Di semester genap biasanya akhir Mei sudah mulai ujian. Karena itu waktu menghafal kita makin terbatas dan saat itu (kelas 1 semester 2) ujian tahfidz yang pertama di antara 3 ujian marathon. Jelas saat itu ane uring-uringan karena ane masih 9 juz dan belum sampai target yang direncanakan, 10 juz. Ya udah, saat ujian tahfidz ane genapin jumlah juz yang diujikan dengan juz 30, juz 1 - 9 ditambah juz 30. Saat itu ane anggap itu penawar rasa kecewa tidak sampai target pribadi, namun semua berubah setelah ......(kayak avatar aja)

Hampir semua berubah karena motivasi seseorang. Mungkin jika Allah menakdirkan dia tidak memberi motivasi ane, ane tidak menulis artikel ini. Itu berawal dari hari kedua ujian tahfidz, saat itu di sore yang cerah. Sudah banyak santri yang mengaji pribadi demi mempersiapkan hafalan yang akan disetorkan saat ujian. Setiap jiwa mempertanggungjawabkan hafalannya sendiri, tidak seperti belajar pelajaran sekolah yang bisa belajar bersama agar lebih cepat masuk. Hafalan Al-Qur'an urusan pribadi dan campur tangan orang lain hanya dalam motivasi dan simakan. Kembali ke topik, dia, motivator yang memegang peranan penting dalam hidup ane, termasuk santri yang menyiapkan hafalannya demi ujian tahfidz. Kata-katanya memang biasa saja, tapi timing-nya pas banget! Saat itu beliau bilang ke ane, "Ente genapin aja hafalan ente. Coba hafalin juz 10 di ujian tahfidz ini." Setelah mendengar kata-kata itu, ane mencoba meluangkan waktu yang penuh dengan murojaah (ya namanya juga ujian tahfidz, semua hafalan harus disetor dalam semingguan) Kali ini ane mencoba sistem yang baru bagi ane, yaitu menghafal 1 halaman dan tidak melanjutkan sampai murojaah hafalan baru dan 2 halaman sebelumnya. Cara itu cukup efektif agar hafalan kuat.

Tak terasa akhirnya juz 10 selesai dengan sistem itu. Di setiap akhir semester, DQ mengadakan MHQ (Musabaqah Hifzil Qur'an). Diharapkan dari musabaqah/lomba itu agar para santri dapat berlomba-lomba dalam kebaikan, standarisasi bacaan, makin kuatnya hafalan, dll. Lomba ini bukan untuk pamer atau kebanggaan, namun hanya untuk perantara memperbagus hafalan. Selesai part ini di akhir kelas 1, ane juga bingung ane sudah menulis apa. Semoga pembaca bisa lebih termotivasi.

Kesimpulan:

  1. Mimpi saja tidak cukup, harus ada realisasinya
  2. Metode penting dalam merealisasikan rencana
  3. Dapat menarik kesimpulan hal yang penting dalam membaca :D

1 komentar:

Dyah Ayu mengatakan...

Subhanallah......Semoga semangat menghafal Al Quran semakin membara.

Posting Komentar

/